Selasa, 17 Februari 2009

Kritikmu, Apakah Mereka dengar ?


Dia terus saja mencaci dan mamaki. Kata-kata kasar dan hinaan terus saja meluncur dari mulutnya. Yang dicaci tak peduli, terus saja beraksi memperlihatkan tingkah laku yang tak disenanginya. Seorang ibu berusia sekitar 50-an tahun, setiap hari tak bosan mencacinya. Yang dicaci teruis saja mengalir dan tak peduli dengan makian-makian yang terlontar dari mulut Ibu Setengah Abad itu.
Mungkin bukan hanya Ibu Setengah Abad itu saja yang memakinya, mungkin di luar sana banyak orang, ibu-ibu, bapak-bapak, tua, muda, laki-laki, perempuan. Tapi yang diherankan, begitu bencinya orang-orang dengan perilakunya, para pengkritik itu tak pernah bosan dan bahkan tak pernah absen untuk selalu melihat tingkahnya.
Bukan. Bukan manusia yang dikritik oleh Ibu Setengah Abad itu. Melainkan sebuah kotak, berlayar kaca, bervolume, bergambar gerak. Di dalamnya ada manusia punya berbagai informasi untuk semua kalangan. Ada manusia yang punya berbagai tingkah laku, gerak, kata, suara. Ya...TELEVISI !!
Dan yang dikritik habis-habisan oleh Ibu Setengah Abad itu adalah SINETRON. Sinetron yang ditonton oleh ribuan atau mungkin saja jutaan penonton.
Setiap adegan sinetron yang ditonton oleh Ibu Setengah Abad itu memang memicu mulut untuk berkata yang "tidak enak" bagi penonton yang terpancing emosinya. Karena memang adegan yang diperlihatkan adalah adegan dengan kata-kata yang merenadahkan, menyumpah, kata dan tingkah kasar yang membuat sakit hati bagi yang menonton. Belum lagi temanya yang selalu memperlihatkan perbedaan kelas sosial, perebutan cinta, harta, dan kekuasaan. iiiiiii.......Bikin gerammmm.........
Nah... kalau sudah begitu, akan keluarlah kata-kata :"bodoh, gila, setan, tak berhati perut..." dan macam-macam komentar negatif lain.
Kalau menontonya bikin sakit hati, mending tidak usah menontonnya. Untuk apa coba, kalau menonton hanya membuat hati sakit dan bennci. Buang-buang energi.
Kasihan sang pemeran dalam sinetron, hampi setiap hari mendapatkan cacian dari orang yang menonton setia adegannya yang memancing emosi. Walaupun tiu bukanlah sifat aslinya, hanya sebuah adegan di layar kaca, sebuah tuntutan peran dari sang sutradara.
Kasihan juga yang menonton, setiap kritiknya menjadi sia-sia karena tak akan merubah peran dan adegan dalam sinetron itu. Hanya akan menjadi omongan yang takkan didengar, mengotori lisan, mengotori hati

13 Februari 2008
maaf yaaaaaa...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar